PERJANJIAN LISAN, TETAP SAH DI MATA HUKUM?
Definisi Perjanjian
Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menjelaskan sebagai berikut:
"Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih."
Dalam kehidupan sehari-hari, perjanjian secara lisan seringkali dilakukan. Perjanjian lisan ini cukup dilakukan melalui kesepakatan lisan atau tidak tertulis, lalu apakah perjanjian lisan tetap sah di mata hukum?
Syarat sahnya suatu perjanjian
Dapat kita lihat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
1.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.Suatu hal tertentu
4.Suatu sebab yang halal
Selama perjanjian memenuhi syarat 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, maka perjanjian lisan juga sah.
Adapun asas Pacta Sunt Servanda
dalam Pasal 1338 Kitab yang Undang-Undang Hukum Perdata ayat (1) menyatakan, setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang dibuatnya. Asas ini menjadi sebuah kepastian hukum dalam perjanjian.
Dalam Hukum Acara Perdata, alat bukti diatur pada Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Pasal 164 Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Maka yang disebut alat-alat bukti, yaitu:
1.Bukti dengan surat
2. Dengan saksi
3.Persangkaan-persangkaan
4.Pengakuan
5.Sumpah
Perjanjian lisan sangat mudah untuk tidak diakui. Apabila ingin membuat perjanjian dalam bentuk lisan, maka para pihak perlu memperkirakan akibat atau kerugian yang terjadi akibat adanya wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Sebaiknya perjanjian dilakukan secara tertulis dengan tujuan mempermudah para pihak jika terjadi perselisihan.
#QADLawOffice #wulanwindiarti #lawyerperempuan #lawyerperempuandananak #lawyerbekasi #lawyer #pengacara #advokat #konsultanhukum #lawyerkekinian #dasarhukum #hukum #hukumindonesia #peradi #ylc #younglawyercommittee #gugatcerai #gugatan